
Aksara Jawa dalam Pendidikan Kesetaraan
Bahasa (dari bahasa Sanskerta भाषा, bhāṣā) adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan. Kajian ilmiah bahasa disebut ilmu linguistik. (Wikipedia)
Sistem penulisan suatu bahasa disebut aksara. Aksara merepresentasikan suara dari perkataan manusia menggunakan simbol visual, yang bisa atau mungkin tidak berhubungan dengan suara dari bahasa lisan. Alfabet latin (dan yang berbasis atau diturunkan darinya) adalah berbasiskan representasi dari suatu suara, sehingga kata-kata terbentuk dari huruf-huruf yang secara umum menandakan sebuah konsonan atau harakat dalam struktur dari kata.
Ethnologue (2015) mencatat sebanyak 7.102 bahasa dituturkan di seluruh dunia. Sementara itu, di Indonesia tercatat 707 bahasa yang dituturkan sekitar 221 juta penduduk. Jadi, penduduk Indonesia menggunakan kurang lebih 10 persen dari jumlah bahasa di dunia. (Ethnologue, dalam Adi Budiwiyanto, 2015)
Bahasa Jawa memiliki penutur kurang lebih 75,2 juta jiwa, bahasa Sunda 27 juta jiwa, bahasa Melayu 20 juta jiwa dan bahasa lainnya yang bahkan berada di bawah satu jiwa, dan beberapa bahasa hanya memiliki penutur 10 jiwa hingga hanya 1 jiwa (Crystal dalam Cece Sobarna, 2007).
Padahal prinsip daya tahan suatu bahasa adalah “use of the linguistic system by an unisolated community of native speakers.” (Stewart dalam Muhammad Darwis, 2011:4), dimana pengurangan penutur suatu bahasa akan berimplikasi pada tingkat kerentanan suatu bahasa untuk punah
Gambar 1: Aksara Jawa
Bahasa Jawa pada khususnya memiliki aksara tersendiri yaitu aksara Jawa atau yang akrab disebut Ha Na Ca Ra Ka. Aksara yang digunakan dan dikuasai sedikit penutur bahasa Jawa. Jumlahnya mungkin tidak sebanyak penutur bahasa Jawanya, hal ini disebabkan banyak faktor, terutama karena aksara Jawa ini tidak lagi digunakan dalam keseharian masyarakat penutur Bahasa Jawa.
Tidak seperti aksara Arab, meskipun di Jawa ini bukan mayoritas keturunan Arab. Tetapi aksara Arab tetap lestari, dikarenakan aksara ini dipelajari, digunakan, dicintai, dihafalkan, dan juga diamalkan. Karena mayoritas penduduk di Indonesia memeluk agama Islam yang tidak bisa dipisahkan dari bahasa dan aksara Arab.
Aksara Arab bukan hanya digunakan ketika menggunakan bahasa Arab atau bahasa di Al-Qur’an, tetapi juga bisa digunakan untuk bahasa Jawa dan disebut aksara Pegon. Penulisan menggunakan aksara Arab tetapi penuturannya bahasa Jawa dan dari bahasa Jawa yang halus (kromo).
Kitab-kitab klasik atau yang lazim disebut Kitab Kuning yang digunakan di semua pesantren di Jawa. Penggunaan aksara Arab pegon sering dijumpai dalam penulisan surat menyurat antar Kyai pengasuh pesantren, juga antar santri di pondok pesantren. Oleh karena itu aksara Arab tetap lestari sampai hari ini karena terus dipakai bukan hanya dalam ritual agama Islam saja tetapi juga dalam pendidikan para santri.
Salah satu cara pelestarian bahasa dan aksara Jawa ini yaitu melaui pendidikan. Pendidikan tidak sebatas pendidikan formal saja. Tetapi juga bisa dengan pendidikan nonformal seperti pendidikan kesetaraan.
Saya sebagai salah satu peserta didik di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Lentera Nusantara, Desa Ngadilangkung Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang memandang bahwa pendidikan bahasa dan aksara Jawa masih sangat kurang. Di samping segala keterbatasan waktu tatap muka, fasilitas modul dan peserta didik yang sangat minim yang mengikuti pembelajaran. Apalagi sekarang ini dihadapkan dengan pandemi Covid-19 (Corona Virus Desease 2019) yang tidak kunjung berlalu. Pembelajaran online ditempuh karena pandemi ini.
Pendidikan bahasa Jawa khususnya aksara Jawa pada PKBM harus dimulai dengan cara-cara sederhana terlebih dahulu untuk membuat rombongan belajar tertarik. Misalnya, karena sekarang pembelajarannya dengan sistem online dan penggunaan secara aktif aplikasi WhatsApp maka bisa dibuat kuis kecil berkaitan dengan aksara Jawa. Aksara Jawa saat ini juga sudah bisa digunakan di aplikasi WhatsApp. Karena android sudah mengeluarkan Notosan Javanese. Hanya sayangnya di Notosan Javanese font aksara masih buntung. Artinya depannya itu masih hilang separo kakinya tapi sudah lumayan untuk bisa dipakai. Perlu adaptasi dan pengenalan terlebih dahulu mengenai penggunaan keyboard ini.
Memang tidak mudah membuat banyak peserta didik antusias dalam hal ini. Demam budaya Korea membuat para siswa justru lebih kepincut dibanding memahami aksara Jawa. Harus disadari memang sulit mempelajari bentuk aksara Jawa. Sama perasaannya ketika melihat Hangul Korea. Semua bikin sakit mata. Tapi bukan berarti tidak bisa untuk dipelajari.
Keadaan sekarang ini semakin menjadi ironi, karena lebih mudah untuk sering bertukar pesan via aplikasi WhatsApp memakai Hangul Korea. Penggunaan Hangul Korean dianggap lebih modern karena mereka lebih mencintai K-POP dan Drakor (Drama Korea). Hal ini jika terus dibiarkan ilmu leluhur Jawa ini bisa punah karena tidak ada lagi penerusnya. Kaum muda justru lebih nyaman dan bangga menggunakan bahasa Korea maupun negara lain apalagi sudah ikut-ikutan budayanya.
Meskipun aksara Hangul berkaitan dengan bahasa Korea, aksara ini rupanya juga ditemukan di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Masyarakat Suku Cia-Cia, penduduk asli Pulau Buton diperkenalkan aksara Hangul sejak tahun 2009. Aksara ini juga digunakan untuk petunjuk tempat-tempat umum bahkan masuk di masa pelajaran muatan lokal.
Para siswa di PKBM khususnya di Jawa sebaiknya diminta membiasakan bertukar pesan menggunakan aksara Jawa. Hal ini difungsikan untuk pembelajaran juga untuk melestarikan bahasa nenek moyang orang-orang Jawa. Menanamkan kebiasaan ini akan membuat anak muda, khususnya di Malang, bangga dan nyaman menggunakan aksara Jawa berbincang melalui pesan elektronik. Meskipun pada tata tulis amburadul wajarlah karena masih pengenalan, tetapi setidaknya yang tampil di chat mereka beraksara Jawa.
Aksara Jawa dewasa ini telah maju sedemikian pesatnya melalui digitalisasi. Hal ini ditandai dengan diadakanannya acara Pahargyan Digitalisasi Aksara Jawa bertempat di Keraton Yogyakarta di Kagungan Dalem Bangsal Pagelaran, Sabtu 5 Desember 2020. Pahargyan ini diinisiatif oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kebudayaan) DIY dan disiarkan langsung melalui kanal Youtube Taste Of Jogja Disbud DIY. Acara ini dihadiri oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X, GKR Mangkubumi, GKR Condrokirono, GKR Hayu, KPH Notonegoro, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo RI, Ketua PANDI, Paniradya Pati, dan segenap tamu undangan.
Dalam perkembangannya aksara jawa telah terdaftar resmi dalam Unicode Consortium pada 1 Oktober 2009 dengan slot A980 – A9DF. Aksara jawa kini telah memasuki ranah digital, ini menjadi perhatian Pemda DIY dan pihak terkait untuk turut serta mengawal pelestarian, pembinaan, serta pengembangannya.
Sri Sultan Hamengku Buwono X menggaris bawahi pentingnya digitalisasi aksara jawa, “Kalau suatu aksara tidak hadir dalam bentuk digital, maka dianggap tidak ada. Kalau pun ada, dianggap tidak hidup, karena tidak ada lagi pendukungnya”. Sri Sultan Hamengku Buwono X juga mengapresiasi atas terselenggaranya agenda tersebut, “Saat ini adalah kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia, bahwa kita ada, budaya kita hidup, aksara kita berdaya.”
Semakin berkembangnya teknologi, lebih mudah melestarikan aksara Jawa. Seperti dirasakan pada teknologi Windows 10. Di sana sistem font dan keyboard aksara Jawa sudah diaplikasikan. Apalagi dalam pendidikan di PKBM digitalisasi ini sangat memudahkan untuk diaplikasikan.
Penulis makalah ini adalah Viana Sulistya Dewi
Peserta Didik PKBM Lentera Nusantara Paket C Kelas 11
Makalah ini ikut lomba festivalsetara.com 2021
Sumber:
- https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bahasa
- https://kbbi.web.id/aksara
- https://m.tribunnews.com/regional/2021/02/01/kekecewaan-wisatawan-tak-bisa-foto-di-papan-jalan-malioboro-jauh-jauh-dari-tasik-ternyata-ditutup
- https://www.kratonjogja.id/peristiwa/127/pahargyan-digitalisasi-aksara-jawa-keraton-yogyakarta-hadirkan-beksan-ajisaka#
- http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1823/pendokumentasian-bahasa-dalam-upaya-revitalisasi-bahasa-daerah-yang-terancam-punah-di-indonesia
- https://edukasi.kompas.com/read/2020/09/08/134057671/berikut-ragam-aksara-kuno-yang-dikenal-di-indonesia?page=all#page2
- https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/huruf-pegon-_150427114720-583.jpg